Mereka Seperti Pelangi

         Berbicara tentang murid, bagiku murid itu seperti pelangi. Sifatnya berbeda-beda, tingkahnya pun juga. Aku memang belum menjadi seorang guru resmi atau seorang guru yang dipekerjakan secara tetap di suatu instansi. Aku hanya seorang mahasiswi tingkat akhir jurusan Pendidikan Biologi yang tengah mengurus proses wisuda. Namun, setidaknya aku pernah merasakan memiliki murid bahkan dari jenjang SD hingga SMA. Meski singkat, hanya 3 bulan masa magang, namun bagiku hal itu sangat berkesan. Nano nano rasanya menghadapi anak SMA yang pemikirannya mulai kritis, yang akalnya mulai bertambah untuk memberi alasan kepada gurunya. Tapi, itulah murid, itulah suka dukanya menjadi seorang guru. Beda hal lagi dengan siswa sekolah dasar. Apalagi aku mengajarnya bukan di instasi resmi. Teriakan-teriakan tak pernah absen selama jam pembelajaran di Rumah Mengajar Jebres. Tak jarang aku dan teman-teman relawan pun terkadang ikut berteriak karena jika tidak, mereka susah untuk disuruh tenang barang sejenak. 

        Ngomong-ngomong tentang pengalamanku menjadi guru untuk siswa SMA, aku pernah diberi lukisan oleh salah satu kelas yang aku ampu. Saat itu kesempatan terakhirku untuk mengajar kelas XI MIPA 2. Mereka bilang saat itu, aku adalah satu-satunya guru magang yang berhasil bertahan hingga akhir masa magang dalam mengajar kelas XI MIPA 2 dan lukisan itu merupakan penghargaan dari mereka untukku. Saat kutanya, memangnya hanya aku yang mengajar kelas mereka hingga selesai magang, jawaban mereka sangat polos. Mereka bilang guru magang yang lain menyerah mengajari mereka karena mereka berisik dan nakal padahal aslinya memang temanku yang kebetulan mengajar kelas yang sama sering ijin karena suatu urusan.


Highlited Instagram Story yang Saya Repost dari Instagram Story Murid Saya Selama Magang di SMAN 1 Teras Boyolali

         Itu adalah kali pertama aku mendapatkan award dari muridku. Rasanya sangat bahagia karena itu tandanya mereka menghargai kerja kerasku selama ini. Begini bahagianya menjadi seorang guru, pikirku saat itu. Sederhana memang, tapi entah kenapa ya rasanya saat itu aku menjadi sangat teharu. Ada lagi hal yang membuatku mensyukuri pengalamanku menjadi guru magang di SMA tersebut. Memang, di saat-saat terakhir mengajar aku meminta muridku menuliskan kesan dan pesan mereka tentangku selama ini. Ada yang menuliskannya dengan serius, ada yang justru mengirimiku surat dengan huruf arab gundul padahal aku bukan anak pondok dan sudah pasti surat itu sampai sekarang tidak bisa aku pahami apa maksudnya.

Surat-surat dari Murid Saya Selama Magang di SMA N 1 Teras Boyolali
        
        Rata-rata mereka bilang bahwa aku adalah guru magang yang sabar menghadapi mereka walau ada juga yang memberi kritik bahwa suaraku terlalu pelan saat mengajar. Dalam hal itu, suara yang terlalu pelan memang menjadi permasalahanku selama ini. Suaraku pelan mungkin karena pola asuh orang tuaku yang tidak pernah membentakku menjadikanku ragu-ragu untuk bersuara keras kepada orang lain. Suara keras bagiku identik dengan teguran dan selama mengajar memang aku tidak berniat menegur muridku jika memang mereka tidak melakukan kesalahan. Walaupun begitu, aku juga tidak menampik bahwa suara yang keras dibutuhkan oleh seorang guru terutama guru dengan ilmu yang sarat kata seperti Biologi, tujuannya agar murid tidak mengantuk saat pelajaran. Oleh karena itu, membaca kritik tersebut membuatku menginstropeksi diri agar belajar menaikkan intonasi suaraku menjadi lebih keras agar kelak jika aku menjadi guru lagi muridku bisa lebih jelas mendengar suaraku. 
        
        Menjadi guru memang tidaklah mudah. Menghadapi anak-anak dengan berbagai karakternya tentu membutuhkan kesabaran yang tinggi dan semangat serta niat untuk mendidik yang besar. Namun, bagiku menjadi guru adalah suatu kebahagiaan karena melayani manusia apalagi anak-anak adalah salah satu hal yang ingin terus aku lakukan sepanjang hidupku. 

Komentar

Postingan Populer