Manusia, Pemimpin atau Perusak Bumi?



Rumahku, istanaku. Istilah tersebut tampaknya sudah tak asing lagi bagi kita. Ya, rumah adalah istana bagi siapapun  yang menghuninya. Istana di sini dapat dimaksudkan sebagai suatu tempat yang nyaman untuk ditinggali. Sebagai manusia, rumah kita adalah bumi. Rumahku, istanaku, apakah istilah tersebut juga sudah sesuai untuk kita sematkan kepada bumi kita tercinta?
            Jika kita tinggal di suatu kompleks perumahan, tentu kita akan memiliki tetangga sekitar kompleks. Allah swt pun berfirman dalam surat An Nisa ayat 36 untuk berbuat baik terhadap tetangga. Lantas, ketika kita hidup dan tinggal di bumi Allah ini, apakah tetangga kita hanya manusia saja?
            Di bumi yang sangat luas ini, penduduknya bukan hanya manusia saja melainkan ada makhluk lain yang Allah ciptakan, seperti hewan dan tumbuhan. Manusia memang sengaja Allah ciptakan lebih sempurna daripada hewan dan tumbuhan. Manusia, makhluk paling keren yang tinggal di bumi. Keren karena manusia memiliki satu hal yang sangat spesial yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah yang lainnya, yaitu akal. Allah memberi manusia akal dengan tujuan agar manusia dapat mengerti dan memahami mana salah dan mana benar. Oleh karenanya selain manusia dianugrahi akal oleh Allah, manusia juga diamanahi suatu tugas yang sangat besar yaitu sebagai khalifah di muka bumi seperti yang tertuang dalam Q.S. Al Baqarah ayat 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Kata Khalifah sendiri dalam bahasa arab dapat dimaknai sebagai penerus atau perwakilan atau pemimpin. Manusia sebagai khalifah di bumi Allah itu artinya manusia sebagai perwakilan dari semua makhluk di bumi. Perwakilan untuk menjaga kelestarian alam sehingga bumi nyaman untuk ditinggali oleh semua makhluk ciptaan Allah. Jika Presiden dan  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat dituntut oleh rakyat jika tidak menjalankan tugas dengan benar, lantas dapatkah manusia dituntut oleh lingkungan beserta bumi seisinya jika tidak menjalankan tugasnya dengan benar?
            Segala macam bencana alam yang terjadi di bumi jika kita telusuri dan maknai secara lebih dalam sesungguhnya merupakan bentuk teguran Allah sekaligus tuntutan dari lingkungan  beserta bumi seisinya kepada kita, umat manusia. Tuntutan karena mereka merasa hak mereka tidak dipenuhi bahkan  justru dirampas karena keserakahan manusia. Hutan-hutan dibakar dan digunduli untuk kepentingan industri dan perumahan, hewan-hewan disiksa dan diburu secara liar untuk dimanfaatkan kulit, daging, hingga tulangnya, samudra dikotori oleh limbah-limbah pabrik dan sampah-sampah plastik yang setiap harinya kita gunakan, dan entah apa lagi kerusakan demi kerusakan yang dilakukan manusia. Seolah manusia lupa atau melupa akan tugasnya sebagai khalifah di bumi. Bahkan dalam suatu artikel yang diterbitkan oleh website Deutsche Welle, dikatakan selama tahun 2018 silam, dunia telah kehilangan sekitar 12 juta hektar tutupan hutan hujan. Jumlah tersebut setara dengan luas daerah Jawa Barat. Lebih parahnya lagi, faktor utama hilangnya hutan seluas 12 juta hektar adalah produksi daging di Brazil dan  industri kelapa sawit di Indonesia, seperti yang tercantum dalam diagram berikut ini




Jika manusia saja lebih mementingkan kepentingan duniawi seperti industri, perumahan, dan sebagainya hingga lupa akan amanahnya sebagai khalifah di bumi ini, maka pantaslah jika akhirnya Allah memberikan teguran kepada manusia melalui segala bentuk bencana alam yang menimpa penjuru bumi.
            Hutan adalah sumber oksigen terbesar untuk manusia, fauna, dan flora hingga dijuluki sebagai paru-paru dunia. Akan tetapi, justru manusia merusak paru-parunya sendiri dengan membakarnya habis-habisan hanya untuk kepentingan sesaat. Tak hanya sebagai paru-paru dunia, hutan juga merupakan rumah bagi sebagian besar fauna dan flora di penjuru bumi, khususnya Indonesia. Jika rumah tersebut dihancurkan, maka bukan tak mungkin jika flora dan fauna yang ada di dalamnya juga akan ikut musnah. Sebagai contoh, saat ini Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatra (Pongo abelii) menurut data dari IUCN Red List keduanya masuk dalam kategori critically endangered atau kritis. Hal tersebut menurut WWF Indonesia terjadi karena habitat orangutan terus menerus menurun akibat pembakaran hutan yang terus menerus dilakukan manusia untuk kepentingan industri kelapa sawit ataupun untuk pertambangan, pembukaan jalan, dan lain sebagainya. Selain itu, perburuan dan perdagangan liar orangutan yang masih kerap terjadi juga menjadi faktor berkurangnya populasi Orangutan Kalimantan dan Orangutan Sumatra.
            Jika manusia terus saja berbuat kerusakan tanpa mau bertaubat dan memperbaiki kesalahannya, maka bumi akan cepat rusak. Jika sudah begitu, maka hancurlah bumi dan seisinya termasuk manusia dengan segala ketamakannya. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk segera sadar dan berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bumi yang kian tua dan sakit-sakitan ini. Cara yang dapat kita lakukan sebagai pemuda untuk menyelamatkan bumi adalah dengan melakukan  upaya-upaya konservasi lingkungan hidup. Salah satunya adalah dengan menerapkan kebiasaan untuk mengurangi penggunaan kertas. Kayu merupakan bahan baku kertas, semakin banyak kita menggunakan kertas berbahan  kayu maka semakin sering juga kita menjadi penyumbang berkurangnya pohon setiap harinya. Alangkah lebih baik jika kita memilih kertas dari bahan daur ulang daripada menggunakan kertas berbahan baku kayu. Selain itu, kita juga dapat membiasakan untuk mengurangi penggunaan sampah plastik karena plastik merupakan bahan yang sulit untuk diuraikan sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat terurai. Akibatnya, sampah-sampah plastik yang tidak terurai akan tertimbun di daratan maupun di lautan sehingga dapat mencemari lingkungan. Selain itu, sampah plastik yang hanyut di perairan juga dapat melukai fauna perairan, seperti yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Sampah plastik di lautan dapat menyumbat hidung penyu ataupun memenuhi perut dan  saluran cerna paus dan satwa laut lainnya sehingga lama-lama dapat mengganggu saluran  cerna dari satwa tersebut bahkan dapat menyebabkan  kematian satwa tersebut. Selain itu, kita juga dapat bergabung atau bahkan mendirikan sendiri organisasi pemuda peduli lingkungan dan melakukan kegiatan-kegiatan pelestarian alam seperti gerakan menanam seribu pohon, gerakan bersih-bersih pantai, ataupun kampanye-kampanye untuk mengajak masyarakat sekitar lebih peduli terhadap lingkungan hidup. Bahkan  kita juga dapat mengajukan petisi kepada presiden dan pemerintah untuk lebih tegas lagi menindak dan mengusut tuntas pelaku pembakaran hutan di Indonesia dan pelaku perburuan liar satwa di Indonesia. Saat ini sudah tidak zamannya lagi pemuda hanya duduk diam tanpa melakukan apapun. Saat ini adalah era di mana pemuda bergerak dan membuat perubahan hingga nantinya kita dapat menjawab sendiri pertanyaan yang sering kita tanyakan “Manusia, pemimpin atau perusak bumi?”
Daftar Pustaka

Pendrill, et al. (2019). Agricultural and forestry trade drives large share of tropical deforestation emissions. Global environmental change vol 56:1-10


Komentar

Postingan Populer